Definisi Tarekat

TAREKAT

Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah: Akhlak Tasawuf
Dosen pengampu: Bpk. Djasadi


Disusun:
Ahmad Zainuri    (1601036148)
Maria Al-Suryani  (1601036i64)

MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2017


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Dalam syari’at Islam dikenal adanya cara penyembuhan kepada Tuhan berupa ibadah sholat, puasa, haji dan lain-lain. Namun, menurut Harun Nasution bahwa ada segolongan umat Islam yang belum merasa puas dengan pendekatan diri kepada Tuhan melalui ibadah sholat, puasa dan haji. Mereka ingin lebih dekat dengan Tuhan. Jalan untuk itu diberikan oleh al-Tasawuf.
Tasawuf adalah usaha seseorang untuk mendekatkan diri Kepada Tuhan sedekat mungkin, dengan melalui pensucian diri dan memperbanyak ibadah di bawah bimbingan guru/syekh. Sedangkan ajaran-ajaran tasawuf yang merupakan jalan yang harus ditempuh untuk mendekatkan diri kepada tuhan itulah yang dimaksud tarekat.
Pada abad ke 6 H/12 M, terjadi perubahan arah dalam perkembangan tarekat. Pada awalnya tarekat adalah suatu jalan yang bias dilewati oleh seorang sufi dalam pengembaraan rohani menuju tuhan. Masing-masing sufi menempuh jalan sesuai dengan pengalaman spiritualnya. Tetapai pada abad ini, tarekat mulai memandang arti sebuah organisasi.
Pendekatan tarekat lebih sering dikaitkan dengan “organisasi tarekat”, yaitu suatu kelompok organisasi yang khas (mempunyai bentuk dan susunan organisasi tersendiri) yang melakukan amalan-amalan zikir tertentu dan menyampaikan suatu sumpah yang formulanya ditentukan oleh pemimpin organisasi tarekat tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Tarekat  ?
2. Bagaimana Pelaksanaan tarekat di Indonesia ?
3. Bagaimana perkembangan Tarekat di Indonesia ?

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Tarekat
        Asal kata tarekat dalam bahasa Arab ialah thariqah yang berarti jalan,  keadaan, aliran, atau garis pada sesuatu. Tarekat adalah jalan yang ditempuh para sufi. Dapat pula digambarkan sebagai jalan yang berpangkal dari syariat sebab jalan utama disebut syar’i sedangkan anak jalan disebut thariq. Kata turunan ini menunjukkan bahwa menurut anggapan para sufi, pendidikan mistik merupakan cabang bagi setiap muslim. Tidak mungkin ada anak jalan apabila tidak ada jalan utama tempat berpangkal.
            Menurut Harun Nasution, tarekat berasal dari kata thariqah yang artinya jalan yang harus ditempuh oleh seorang calon sufi agar ia berada sedekat mungkin dengan Allah. Thariqah kemudian mengandung arti organisasi (tarekat). Setiap thariqah mempunyai syaikh, upacara ritual, dan dzikir tersendiri.
            Sebagai suatu metodologi,  tarekat disebut juga dengan suluk yang artinya kumpulan tata cara dan aturan yang berkaitan dengan bagian-bagian di dalam tasawuf.[1]
       Aboebakar Atjeh menerangkan bahwa tarekat artinya jalan, petunjuk dalam melakukan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang diturunkan dan dicontohkan oleh Nabi dan dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in, turun temurun sampai kepada guru-guru, sambung menyambung dan rantai-merantai. Atau suatu cara mengajar dan mendidik, lama kelamaan meluas menjadi kekeluargaan, kumpulan yang mengikat penganut-penganut sufi yang sefaham dan sealiran guna memudahkan menerima ajaran-ajaran dan latihan-latihan dari pemimpinnya dalam suatu ikatan.
       Menurut j. Spencer Trimingham, tarekat adalah suatu metode praktis untuk menuntun atau membimbing seseorang murid secara berencana dengan jalan pikiran, perasaan dan tindakan, terkendali terus menerus kepada suatu rangkaian dari tingkatan-tingkatan (maqamat) untuk dapat merasakan hakekat sebenarnya.
            Dari beberapa pendapat yang telah dikutip di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tarekat adalah suatu hasil pengalaman dari seorang sufi yang diikuti oleh para murid, menurut aturan/cara tertentu yang bertujuan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah swt. Pengalaman sufi berupa tata cara zikir, riyadah, doa-doa yang telah diamalkan dan menurutnya telah berhasil mendekatkan diri sang sufi kepada Tuhan.
            Karena pengalaman sufi sifatnya individual dalam artian sangat mungkin tidak sama antara satu sufi dengan sufi lainnya, maka dalam aplikasinya muncul tata cara/aturan yang berlainan pula.lebih jauh muncullah tarekat-tarekat dengan nama dan kaifiyat yang bermacam-macam.[2]

B.   Pelaksanan tarekat di Indonesia
    Tata cara pelaksanaan tarekat di Indonesia antara lain:
  1.            Dzikir, yaitu mengingat terus menerus kepada Allah dalam hati serta menyebutkan namanya     dengan lisan. Dzikir ini berguna sebagai alat kontrol bagi hati, ucapan dan perbuatan agar tidak menyimpang dari garis yang sudah di tetapkan oleh Allah.
  2.             Ratib, yaitu mengucapkan lafal Allah Lailahaillah dengan gaya gerak dan irama tertentu.
  3.       Muzik, yaitu dalam membacakan wirid-wirid dan syair-syair tertentu diiringi dengan bunyian-   bunyian (instrumental) seperti memukul rebana.
  4.          Menari, yaitu gerak yang dilakukan mengiringi wirid-wirid dan bacaan-bacaan tertentu untuk   menimbulkan kehidmatan.
  5.            Bernafas, yaitu mengatur cara bernafas pada waktu melakukan dzikir tertentu.
       Selain itu Mustafa Zahri mengatakan bahwa untuk mencapai tujuan tarekat sebagimana disebutkan diatas perlu mengadakan latihan batin riadah, dan mujahadah(perjuangan kerohanian).[3]
C.  Perkembangan tarekat di Indonesia
      Tarekat berkembang hampir diseluruh dunia, termasuk di Indonesia. perkembangaan tarekat yang pesat membawa dampak positif bagi perkembangan dakwah, karena perkembngan tarekat     juga merupakan perkembangan dakwah islam.
Diantara aliran-aliran tarekat yang berkembang di Indonesia adalah sebagai berikut:

a.    Tarekat Qadiriyyah
Tarekat Qadiriyah adalah tarekat yang didirikan oleh Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani(470-561H/1077-1166M) yang terkenal dengan sebutan Syaikh Abdul Qadir Al-jailani Al-Ghauws atau “Quth Al-Auliya”. Ia sangat terkenal dikalangan masyarakat muslim. Tarekat qadiriyah menempati tarekat paling penting dalam sejarah spiritualitas didunia Islam,karena tidak  saja sebagai pelopor lahirnya organisasi tarekat, tetapi juga sebagai cikal bakal munculnya berbagai cabang tarekat di dunia Islam.
Praktik yang diadopsi Tarekat Qadariyah adalalah dzikir (melantukan asma Allah secara berulang-ulang). Dalam pelaksananya terdapat berbagai tingkatan penekanan dan intensitas. Ada dzkir yang terdiri atas satu, dua, tiga, dan empat gerakan. Dzikir dengan satu gerakan dilaksanakan dengan mengulang-ulang asama Allah melalui tarikan napas panjang yang kuat. Napas ini seakan dihela dari tempat yang tinggi diikuti penekanan dari jantung dan tenggorokan, kemudian di hentikan sampai napas kembali normal. Hal ini harus dilakukan secara berulang-ulang.


b.    Tarekat Syadzilliyyah
           Tarekat Syadzilliyah adalah aliran tarekat yang dinisbahkan kepada pendirinya Abu Hasan                Ali Asy-Syadzili(593-656H). Ia adalah seorang sufi sunni yang bersal dari Syadzilliyah,                         Tunisia. Pada umumnya tarekat ini di pengaruhi  oleh ajaran al-Ghazali. Tarekat ini                              tergolong mudah dalam pengamalannya, Tarekat ini memulai keberadaannya di                                    bawah salah satu dinasti Al-Muwahidun di Hafisyah, Tunisia.
          Dan berkembang pesat , antara lain di Tunisia, Mesir, sudan, syiria, Semenanjung Arab,                    dan Indonesia (khususnya di wilayah  Jawa tengah dan Jawa timur).
 Tarekat Syadzilliyyah merupan tarekat yang terkenal dengan variasai hizb-nya. Hizb ialah bacaan wirid tertentu yang di baca oleh pengikut tarekat dengan tujuan taqarrub kepada Allah.
Inti dari ajaran tarekat ini dikelompokkan ke dalam lima hal, yaitu (1) bertakwa kepada Allah, (2) konsisten mengikuti sunnah, (3) berbuat baik kepada makhluk, (4) ridha kepada Allah, dan (5) kembali kepada Allah pada waktu senang atau susah.

c.    Tarekat Syattariyah
Tarekat Syattariyah adalah tarekat yang didirikan oleh Syaikh Abdullah Syattar (w.890H/148 M) di India, ia adalah seorang ulama yang masih  memiliki hubungan kekeluargaan dengan As-Suhrawardi, ulama sufi pendiri tarekat As-Suhrawardiyyah. Ia menetap di mekah di Mandu, sebuah desa di India bagian tengah.
           Amalan praktis tarekat Syattariyyah antara lain ditekankan pada dzikir, baiat, talkin. Secara               keseluruhan ada 7 kalimat dzikir yaitu, la ilaha illallah, Ya Allah, Ya Huwa, Ya Haqq, Ya                      Hayy, Ya Qayyum, dan Ya Qahhar.
Tarekat Syattariyyah berpengaruh di India, Pakistan, dan Indonesia pada abad ke XVI dan XVII. Adapun di Indonesia, awal perkembangannya dipelopori oleh Syaikh Abdurrauf As-Sinkili seorang ulama sufi yang berpengaruh pada awal paruh abad XVII di Aceh.

d.   Tarekat Naqsyabandiyyah
           Tarekat Naqsyabandiyah adalah tarekat yang didirika oleh Muhammad An-Naqsyabani                  (717-791H/1389M). Ia adalah seorang ulama sufi terkenal yang lahir di desa Qashrul Arifah.
    Tarekat ini mempunyai ciri yang menonjol. Pertama,  dalam hal agama, memberlakukan                       syariat secara ketat, menekankan keseriusan beribadah sehingga menolak musik dan tari, serta                lebih menyukai berdzikir dalam hati. Kedua, dalam hal politik, adanya upaya serius dalam                     mempengaruhi kehidupan penguasa dan mendekatkan negara pada agama.

e.    Tarekat Rifa’iyyah
          Tarekat ini didirikan oleh Ahmad bin Ali Abu Al-Abbas Ar-Rifa’i (w. 578 H/1182) di Asia              Kecil. Syaikh Ar-Rifa’I adalah tokoh sufi besar, ahli hukum Islam, dan penganut madzhab                     Syafi’i. Ia hidup sezaman dengan Syaikh Abdul Qadir Al-Jaelani, pendiri tarekat                                   Qadiriyyah. Ajaran dasar tarekat ini ada tiga, yaitu tidak meminta sesuatu, tidak menolak,                      dan tidak menunngu. Di Indonesia, tarekat Rifa’iyyah terkenal dengan permainan debus                       dan tabuhan rebana yang dikenal di Aceh dengan nama rapa’i dan di Sumatera                                       Barat dikenal dengan nama badabuih. Tarekat ini juga dikenal di Banten                                                dengan permainan debusnya.

f.     Tarekat Shiddiqiyyah
           Tarekat Shiddiqiyyah adalah tarekat lokal yang muncul di Jawa Timur setelah                                     kemerdekaan. Tarekat ini didirikan oleh Kiai Mukhtar Mu’thi dari Ploso, Jombang, Jawa                      Timur.Tarekat Shiddiqiyyah mengajarkan tauhid yang disesuaikan dengan budaya Jawa                         kepada masyarakat setempat.

g.    Tarekat Wahidiyyah
            Tarekat Wahidiyyah adalah tarekat lokal yang didirikan oleh Kiai Abdul Majid Ma’ruf dari               Pesantren Kedunglo di Kediri pada awal tahun 1960-an. Amalan utamanya terdiri atas                           pembacaan doa (shalawat) yang panjang. Doa-doa tersebut ditulis oleh Kiai Abdul Majid                       dan diyakini disusun berdasarkan ilham dari Allah. Pembacaan sholawat secara                                     berjamaah ini membawa kepada suasana yang emosional sehinnga menyebabkan para                           pengamalnya menangis meraung-raung dan tampak tidak dapat menguasai diri.[4]



[4] Samsul Munir Amin, Op.Cit,.hlm. 308



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tarekat adalah suatu hasil pengalaman dari seorang sufi yang diikuti oleh para murid, menurut aturan/cara tertentu yang bertujuan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah swt. Pengalaman sufi berupa tata cara zikir, riyadah, doa-doa yang telah diamalkan dan menurutnya telah berhasil mendekatkan diri sang sufi kepada Tuhan.
Cara pelaksanaan tarekat di Indonesia antara lain, zikir, ratib, muzik, menari, dan bernafas.
Diantara aliran-aliran tarekat yang berkembang di Indonesia adalah sebagai berikut:
a.    Tarekat Qadiriyyah
b.    Tarekat Syadzilliyyah
c.    Tarekat Syattariyah
d.   Tarekat Naqsyabandiyyah
e.    Tarekat Rifa’iyyah
f.     Tarekat Shiddiqiyyah
g.    Tarekat Wahidiyyah





DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. 2015. ILMU TASAWUF. Jakarta: Amzah
http://www.referensimakalah.com/2012/11/tujuan-dan-fungsi-tarekat.html

Suryadilaga, M. Alfatih. Dkk. 2016. ILMU TASAWUF. Yogyakarta. KALIMEDIA













[1]Samsul Munir Amin, ILMU TASAWUF, (Jakarta: Amzah, 2015), hlm. 294
[2] M. Alfatih Suryadilaga, dkk. ILMU TASAWUF, (Yogyakarta: KALIMEDIA, 2016) hlm. 229
[3]http://www.referensimakalah.com/2012/11/tujuan-dan-fungsi-tarekat.html
[4] Samsul Munir Amin, Op.Cit,.hlm. 308

Komentar

Postingan Populer